Minggu, 24 Mei 2015

Artikel Pendidikan



ANAKKU KOK PEMALU!
(SEBUAH PANDUAN AGAR ANAK TAMPIL PERCAYA DIRI)

Tulisan berkenaan anak pemalu ini saya buat dengan model tanya jawab. Semoga bermanfaat!

1.    Terkait tema ini, mungkin ustad ingin menyampaikan mukadimahnya, saya persilakan!
JAWAB:
Ada anak yang pemalu, ada juga anak yang sangat percaya diri. Nah, bersyukurlah jika Bapak/Ibu pendengar Fajrie memiliki anak yang punya rasa percaya diri. Karena, percaya diri adalah pondasi diri yang penting bagi kehidupan sosial dan kesehatan mental seorang anak. Rasa percaya diri yang dimiliki seorang anak merupakan kunci kesuksesan di masa mendatang. Hal ini dikarenakan percaya diri dapat berperan besar dalam membentuk pola pikir seseorang yang mempengaruhinya untuk bertindak. Dengan demikian akan memudahkan anak untuk bergaul, berani menampilkan potensi diri mereka dengan penuh percaya diri yang dapat berujung pada keberhasilannya kelak sebagai orang dewasa.
Untuk itu, sangatlah disayangkan apabila seorang anak memiliki sifat pemalu. Kurang percaya diri, sifat pemalu dan minder yang dimiliki seorang anak dapat membuatnya tidak menunjukkan bakat terpendam yang dimilikinya atau potensi anak menjadi tidak tergali seluruhnya. Orang lain juga tidak bisa melihat kemampuan dirinya secara penuh karena anak tersebut menarik dirinya dari pergaulan dan kesempatan sukses yang mungkin dapat diraih terlewatkan atau terabaikan begitu saja.
Contoh kasus sebut saja seorang anak yang malu dan menangis saat harus tampil di depan kelas atau di atas panggung bersama teman-temannya. Semua teman sekelasnya mampu menampilkan kemampuan mereka di atas panggung di hadapan banyak orang seperti bernasyid, pidato, baca Al-Quran, atau membaca puisi sementara anak tersebut malah memilih untuk bersembunyi di balik layar atau menangis sambil mencari orang tuanya.
Atau kasus lain anak pemalu yang lebih suka menyendiri daripada bermain dengan teman-teman sekelasnya. Karena pendiam dan tidak mau bergabung dengan teman lainnya, menyebabkan anak pemalu tidak punya teman di sekolah.
Jangan biarkan sifat pemalu ini terbawa sampai anak beranjak besar, karena seiring usianya maka akan semakin sulit pula penanganannya. Apabila Anda adalah orangtua yang memiliki anak yang pemalu dan tidak memiliki rasa percaya diri seperti kasus di atas, simak lebih lanjut acara talkshow ini yang akan membahas beberapa kemungkinan faktor penyebab dan tips yang sebaiknya orang tua ketahui untuk mengatasi sifat pemalu anak untuk membuatnya lebih berani dan penuh percaya diri.
2.      Ustad, tentu orangtua merasa sedih dan gelisah jika memiliki anak yang sangat pemalu, tapi bukankan kata Islam juga, bahwa kita umat Islam harus merawat dan memupuk rasa malu? Bagaimana penjelasannya?
JAWAB:
Begini. Di antara perbedaan asasi antara manusia dengan binatang, selain terletak pada kemampuan akalnya, juga terletak pada kepemilikan rasa malu. Seekor binatang seperti kuda contohnya, berlari-lari dengan tubuh telanjang menarik delman yang dipenuhi muatan, di sepanjang jalan sesekali kencing atau berak. Tapi karena tidak dibekali sifat malu, kita tidak akan melihat adanya mimik yang memerah pada muka sang kuda. Namun sekali lagi, itu lumrah dan wajar bila terjadi di dunia binatang.
Jadi sebenarnya, rasa malu merupakan sesuatu yang inheren (melekat) pada diri setiap manusia normal tanpa kecuali. Artinya, rasa malu itu sama dengan sifat-sifat manusiawi lainnya seperti rasa sedih, marah, cinta, atau rasa takut yang pasti semuanya ada pada karakter setiap insan.
Nah, tanpa agama pun, setiap orang aslina punya rasa malu. Misal, orang laki-laki Irian Jaya pakai koteka. Kemudian, Islam datang dengan berbagai aturan hidup, baik aturan makan, minum, berbusana, berucap, berperilaku, dan lain-lain. Ketika seorang muslim meninggalkan kewajiban dan melakukan kemaksiatan, harus malu. Ini yang dimaksud malu imani, yakni malu yang lahir dari keimanan. Berarti, yang diperintahkan oleh Islam itu adalah merawat malu imani. Malu inilah yang disebut cabang iman. Sebagaimana sabda nabi,
أَلاِيْمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُوْنَ شُعْبَةً وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الاِيْمَانِ (رواه البخارى ومسلم)
"Iman itu memiliki 70 cabang, dan malu itu merupakan cabang dari iman." (HR. Al-Bukhari Muslim).
Contoh malu iman, malunya Nabi Yusuf kepada Allah ketika diajak istri Al-Aziz berbuat mesum.
Ada lagi jenis malu yang lahir bukan dari rahim keimanan, tapi lahir dari rasa minder atau tidak percaya diri. Misalnya malu jadi orang miskin, malu melakukan shalat padahal masih remaja, malu jadi santri, malu jadi ustad.
Jadi kesimpulannya, malu itu ada 2. Malu yang baik, yaitu malu yang lahir dari keimanan. Dan malu yang jelek, yaitu malu yang lahir dari rasa minder.
Nah anak kecil malu karena tidak percaya diri.
Perlu dimatangkan pemahaman bahwa malu itu beda dengan minder dan pendiam. Terkadang sedikit sulit membedakan ketiga hal ini. Secara sederhana, malu adalah terkendalinya jiwa dari perbuatan tercela, hina dan sesuatu perbuatan yang buruk. Malu adalah sebuah perasaan yang bersumber dalam jiwa bersih pemiliknya.
Sedangkan minder adalah sikap yang berasal dari kebingungan yang muncul pada diri manusia sebagai akibat dari situasi tertentu. Minder terkait dengan interaksi manusia. Minder lebih disebabkan effect dari kondisi eksternal. Sedikit berbeda dengan pendiam, yaitu kecenderungan untuk tidak mau berbicara, atau mengeluarkan suara. Secara kasat mata, orang pendiam tampak sebagai pemalu, dan orang pemalu tampak seperti pendiam. Tapi orang pendiam belum tentu pemalu, dan orang yang pemalu belum tentu diam. Konteks pendiam lebih menjurus pada komunikasi belaka, minder komunikasi dan sikap, dan malu lebih jauh dari itu.
3.      Apa yang dimaksud anak pemalu?
JAWAB:
Pemalu adalah sifat pasif, ketika sang anak memiliki aktivitas motorik dan kognitif yang kurang/diam. Pemalu merupakan kelainan perilaku. Menurut para ahli pemalu adalah gangguan yang mempunyai ciri-ciri pasif yang monoton, biasanya memiliki kesukaran dalam berkomunikasi dan berperilaku.
Para ahli nampaknya memiliki beberapa pandangan yang berbeda tentang perilaku pemalu (shyness). Ada ahli yang mengatakan bahwa pemalu adalah suatu sifat bawaan atau karakter yang terberi sejak lahir. Ahli lain mengatakan bahwa pemalu adalah perilaku yang merupakan hasil belajar atau respond terhadap suatu kondisi tertentu.
Ada yang mengartikannya sebagai sesuatu yang "aneh", "hati-hati", "curiga" dan sebagainya. Definitifnya, pemalu sebagai suatu keadaan dalam diri seseorang dimana orang tersebut sangat peduli dengan penilaian orang lain terhadap dirinya dan merasa cemas karena penilaian sosial tersebut, sehingga cenderung untuk menarik diri.
Kecenderungan menarik diri ini sudah dimulai sejak masa kanak-kanak, bahkan sejak bayi. Kita dapat melihat ada bayi-bayi yang menangis jika didekati orang atau tidak mau untuk dipegang. Sebaliknya ada juga bayi-bayi yang tidak pemalu, mereka membiarkan diri mereka berada dekat orang lain, dan tidak menolak digendong oleh orang yang tidak dikenal.
Sifat pemalu dapat menjadi masalah yang cukup serius sebab akan menghambat kehidupan anak, misalnya dalam pergaulan, pertumbuhan harga diri, belajar, dan penyesuaian diri. Umumnya ciri anak pemalu ialah terlalu sensitif, ragu-ragu, terisolir, murung, dan juga sulit bergaul. Jadi mereka perlu diberi bantuan.
Swallow (2000) seorang psikiater anak, membuat daftar hal-hal yang biasanya dilakukan/dirasakan oleh anak yang pemalu:
1)            Menghindari kontak mata;
2)            Tidak mau melakukan apa-apa;
3)            Terkadang memperlihatkan perilaku mengamuk/temper tantrums (dilakukan untuk melepaskan kecemasannya);
4)            Tidak banyak bicara, menjawab secukupnya saja seperti "ya", "tidak", "tidak tahu", "halo";
5)            Tidak mau mengikuti kegiatan-kegiatan di kelas;
6)            Tidak mau meminta pertolongan atau bertanya pada orang yang tidak dikenal;
7)            Mengalami demam panggung (pipi memerah, tangan berkeringat, keringat dingin, bibir terasa kering) di saat-saat tertentu;
8)            Menggunakan alasan sakit agar tidak perlu berhubungan dengan orang lain (misalnya agat tidak perlu pergi ke sekolah);
9)            Mengalami psikosomatis;
10)       Merasa tidak ada yang menyukainya.
Swallow juga menyatakan adanya beberapa situasi dimana seseorang (pemalu maupun tidak) akan mengalami rasa malu yang wajar dan lebih dapat diterima, yaitu:
1)            Bertemu dengan orang yang baru dikenal;
2)            Tampil di depan orang banyak;
3)            Situasi baru (misalnya sekolah baru, pindah rumah baru).

4.      Menurut Ustad, apa saja ciri-ciri anak pemalu?
JAWAB:
Orang tua tentu merasa khawatir ketika anaknya menunjukkan perilaku yang berbeda antara di sekolah dan di rumah. Di rumah anak terlihat lancar berbicara, tetapi di sekolah hanya diam saja. Biasanya anak dengan kondisi seperti di atas akan diam ketika diajak berbicara dengan orang asing, orang dewasa atau orang yang belum akrab dengannya. Anak ini juga sering menghindari situasi keramaian atau tempat-tempat yang banyak orangnya. Di sekolah, ketika menginginkan sesuatu, anak menggunakan bahasa non verbal seperti mengangguk, menggelengkan kepala, menempelkan badan atau menarik-narik baju. Kondisi di atas sering terjadi pada anak pemalu yang ekstrim.

Beberapa karakteristik spesifik anak pemalu yang ekstrim adalah:

1)       Anak yang berbicara lancar di suatu situasi, tetapi tidak berbicara secara tetap di situasi yang lain. Anak model ini biasanya mau bicara di rumah, tetapi tidak berbicara di sekolah. Beberapa anak mungkin akan membisu pada beberapa kondisi antara lain saat pelajaran berlangsung atau selama waktu istirahat. Selain itu, terdapat kemungkinan anak menolak berbicara dengan guru, pada sebagian besar teman sekelas, kepada guru dan teman, atau pada siapapun di sekolah.
2)       Interaksi sosial dan prestasi akademik anak terganggu. Anak dengan kondisi pemalu ekstrim seperti ini sulit untuk bergabung dengan teman-temannya dan sering menyendiri. Anak sering diam ketika diberi pertanyaan atau diajak berbicara. Jika terjadi di tingkat sekolah dasar, pada pelajaran yang membutuhkan banyak ketrampilan berbicara, seperti menyanyi, pelajaran Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, anak ini seringkali mengalami kesulitan sehingga berakhir dengan mendapat nilai kurang.
3)       Anak tidak mau berbicara lebih dari 1 bulan dan  tidak terbatas pada bulan pertama sekolah. Umumnya anak yang baru masuk sekolah membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri, sehingga wajar jika belum berani berbicara. Namun jika lebih dari 1 bulan bahkan sampai bertahun-tahun anak masih tetap diam di sekolah, maka perlu segera dilakukan penanganan khusus.
4)       Anak membisu bukan karena anak tidak memahami apa yang disampaikan oleh orang yang mengajaknya berbicara atau tidak nyaman dengan bahasa yang digunakan.
5)       Anak tidak mau berbicara bukan disebabkan karena gangguan bicara/faali/kecacatan yang berkaitan dengan organ komunikasi. Anak memiliki perkembangan bicara sesuai dengan tahap perkembangan anak seusianya.

5.      Apa sih penyebab anak menjadi seorang pemalu?
JAWAB:
Penting bagi orangtua untuk segera menyadari bila balita tampak pemalu. Hindari menyangkal kondisi ini lantas menganggap anak baik-baik saja. Kenali penyebabnya dan lakukan solusinya.
1)  Sulit menghadapi situasi baru. Pengalaman hidup anak memang belum sebanyak orang dewasa, padahal dia akan sering menghadapi situasi baru. Kurangnya pengalaman ini membuat anak cenderung menghindar. Solusi: Dorong perubahan tanpa terburu-buru.  Beri waktu anak untuk belajar mengatasi rasa malunya sesuai iramanya, bukan waktu yang Anda tentukan. Beri pujian bila dia berhasil mengatasi rasa malu, misalnya saat dia berani mengulurkan tangan untuk memberi salam  memulai perkenalan. Kalau sesekali masih muncul rasa malunya bertemu orang lain, jangan diteror dengan kalimat, “Ih, gimana sih, kok nggak pinter lagi.”  Hindari bereaksi berlebihan atau malah menghukum bila anak malu. Reaksi yang berlebihan dan hukuman malah akan membuat anak makin merasa tertekan dan semakin malu.
2)  Sering diancam, ditakut-takuti dan dicela atau dikritik oleh orangtua atau pengasuh, anak menjadi selalu mengharapkan umpan balik yang negatif dari orang lain. Harapan negatif inilah yang membuat anak malah menghindari pertemuan dengan orang lain. Solusi: Hentikan kebiasaan mengancam, menakut-nakuti dan mencela demi mendapat kepatuhan anak. Ganti dengan kalimat-kalimat motivasi, semangat dan pujian yang akan membangkitkan harga diri anak –modal penting untuk mengatasi rasa malu. Kata-kata, “Ayo mandi! Kalau nggak mau mandi, nanti tidur di bawah pohon saja, biar digigit nyamuk, semut, dan kecoa!” ganti dengan, “Mandi, yuk. Pakai bak, atau shower? Kalau badan segar dan wangi, pasti bersih dan sehat. Anak pintar pasti mau mandi.”  
3)  Pengasuhan tak konsisten. Hari ini dihukum karena membuang makanan, lain hari dibiarkan saja. Pengasuhan tidak konsisten seperti ini membuat anak bingung dan merasa tidak aman, yang akhirnya kemudian menimbulkan rasa malu. Solusi: Berlakukan disiplin  karena anak membutuhkan panduan dalam membangun perilaku. Panduan yang jelas pada apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan membuat anak merasa percaya diri karena dapat memprediksi apa yang akan dialami saat melakukan sesuatu.
4)  Orang tua tidak terlibat mengasuh anak. Ada orangtua yang tidak berminat pada urusan anak karena menganggap keterlibatannya justru akan membuat anak menjadi manja dan tidak mandiri. Atau, orangtua tidak punya cukup waktu untuk mengasuh anak. Apapun alasannya, ketidakhadiran orangtua dalam hidup seorang anak akan membentuk pemahaman pada diri sang anak bahwa dirinya tidak cukup berharga bagi orang lain. Pemahaman ini berdampak pada hubungannya dengan lingkungan sekitarnya, karena anak akan selalu merasa orang lain tidak berminat pada dirinya. Ketika ada orang lain yang memperhatikan, anak justru merasa tidak aman dan tidak nyaman. Pada beberapa kasus bahkan anak menjadi panik ketika menjadi pusat perhatian. Solusi: Berikan cinta dan perhatian  karena anak tumbuh dan berkembang dari cinta Anda, orangtuanya. Beri kesempatan pada dia untuk tahu bahwa dirinya dicintai. Anak yang tahu dirinya dicintai akan mengembangkan rasa percaya diri dan dengan mudah menghalau rasa malunya. Maka, segera peluk anak Anda, katakan Anda cinta padanya!
5)  Meniru  Anak melihat dan mencontoh perilaku dari orang tuanya. Orangtua yang pemalu biasanya punya anak pemalu. Bukan karena faktor genetis, tetapi karena meniru. Orangtua pemalu biasanya kurang bergaul dan tak punya banyak teman, sehingga anak pun sulit belajar cara berteman dan tidak tahu cara berperilaku. Solusi: Atasi rasa malu Anda sendiri  Tunjukkan pada anak cara berperilaku komunikasi yang benar, seperti menatap mata lawan bicara, menyapa orang yang dikenal saat berpapasan di jalan atau memberi salam saat bertamu dan berpamitan.
6)  “Bawaan” lahir. Ada bayi yang sudah tampak pemalu di usia 6 bulan. Umumnya bayi pemalu akan tumbuh menjadi anak pemalu. Solusi: Paparkan anak pada lingkungan  misalnya dengan mengajaknya ke minimarket yang berbeda-beda dan tunjukkan cara berkomunikasi dengan petugas di sana. Juga  pertemukan dengan orang baru sesering mungkin, misalnya dengan mengajak anak ke pesta ulang tahun, pertemuan keluarga atau arisan. Atau adakan playdate dengan teman baru.  Jangan biarkan anak menyendiri. Anak pemalu cenderung menghindari dan menjauhkan diri dari orang lain. Carikan teman baru, ajak anak berkenalan dan bermain bersama. Puji anak bila berhasil melakukannya.
7)  Anak terlalu dilindungi sehingga tidak punya kesempatan untuk mandiri, dan kurang rasa percaya diri yang diperlukan untuk membuat keputusan bagi dirinya sendiri. Anak yang terlalu dilindungi cenderung selalu merasa tidak aman, yang kemudian memunculkan rasa malu. Solusi: Ajarkan tanggung jawab dan dorong kemandirian  agar ia tidak tergantung pada orang tua atau pengasuhnya. Anak yang terlalu tergantung enggan mengambil risiko dalam berteman dan ikut dalam kegiatan lingkungan. Kemandirian pada anak diajarkan bertahap:
6.      Lalu apa yang harus dilakukan orangtua untuk anaknya agar tidak menjadi seorang pemalu?
JAWAB:
Anda tentu bisa mencegah tumbuhnya rasa malu pada diri anak sedini mungkin. 
1)  Ajarkan keterampilan sosial dengan mengajarkan anak cara berkenalan pada saat bertemu orang baru. Bantu ia menyodorkan tangan untuk bersalaman dan menyebutkan nama, walau belum sempurna benar tidak apa. Saat mulai belajar berteman, ajarkan anak untuk memelihara pertemanan dengan bersikap sopan, misalnya minta tolong dengan sopan, bukannya menyuruh. Minta maaf bila tidak sengaja menginjak kaki teman dan mengucapkan terima kasih bila menerima bantuan atau hadiah.
2)  Hindari memberi label “anak pemalu” atau membiarkan orang lain menyebut anak Anda pemalu. Ia akan hidup dalam sebutan itu. Kalau ada orang yang mengatakan anak Anda pemalu, jawab dengan, “Oh, anak saya bukannya malu. Dia hanya sedang cari bahan obrolan. Sebentar lagi dia pasti mau diajak ngobrol.” Atau, “Anak saya butuh waktu untuk kenal orang baru.”
3)  Bantu anak merasa mampu. Beri kesempatan anak untuk menunjukkan kemampuannya, menunjukkan dirinya dia penting, dengan misalnya memberinya tugas –yang ia mampu,  seperti menata sendok menjelang waktu makan– , ikutkan ia menentukan menu makanan, ajak ikut mengangkat belanjaan dan biasakan ia memilih sendiri baju yang akan dipakai.
4)  Bangun hubungan saling percaya. Rasa malu bisa terbentuk karena anak tidak percaya orang lain. Pada kasus ini, orangtua harus berusaha ekstra keras untuk membangunnya

1. Biarkan anak melakukan eksplorasi.
Saat anak masih bayi sebaiknya orang tua memberikan pola pengasuhan yang baik dengan cara banyak memberikan kesempatan bagi bayi Anda untuk melakukan eksplorasi terhadap segala hal yang diinginkannya. Tapi tentu saja anak harus tetap dalam pengawasan Anda apabila melakukan aktivitas atau ekslorasi hal - hal yang bisa berisiko atau membahayakannya.
Biarkan bayi Anda tumbuh berkembang membangun citra dirinya.

2. Masukan anak ke sekolah.
Orang tua bisa mengasah kecerdasan sosial bayi dengan memasukan anak ke TK atau Taman Kanak - kanak. Dengan begitu anak akan belajar mengenal karakter berbagai macam orang dan belajar adaptasi lingkungan di luar rumah. Anak akan bermain sambil mengasah kemampuan dirinya bersosialisasi dengan teman sebayanya.


3. Ajak anak ketika melakukan kunjungan.
Orang tua juga sebaiknya sering melakukan kunjungan ke tetangga, keluarga atau teman - teman bersama anak. Misalnya saja ajak anak ke acara arisan, pernikahan kerabat atau khitanan tetangga.

4. Undang teman sebaya ke rumah.
Sering mengundang anak - anak tetangga atau teman - teman sekolah untuk sekedar bermain di rumah bersama anak. Atau undang mereka ke rumah saat acara ulang tahun anak, dengan begitu anak dapat belajar terus belajar berinteraksi dengan orang lain di dalam dan luar rumah.

5. Lakukan role - play dengan anak.
Orang tua bisa melakukan role - play dengan anak. Misalnya Anda bisa bermain berpura - pura baru saja bertemu di taman, berkenalan dan bercakap - cakap dengan anak. Latih anak untuk menggunakan kalimat - kalimat perkenalan sampai anak merasa terbiasa yang bisa digunakannya saat bertemu dengan teman baru yang baru dikenalnya.

6. Latih anak memiliki kontak mata dengan lawan bicara.
Bantu anak untuk berkomunikasi dengan anggota keluarga dengan kontak mata. Ketika Anda berbicara dengannya pastikan Anda memiliki kontak mata dengan anak yang penuh kelembutan dan cinta kepadanya. Minta anak untuk menatap mata Anda saat berkomunikasi dengannya. Dengan latihan yang teratur anak akan terbiasa melakukan kontak mata dengan lawan bicaranya.

7. Jangan beri label negatif kepada anak.
Tidak perlu orang tua memberi label kepada anak sebagai anak yang pemalu, apalagi mengolok - olok sebutan anak pemalu ketika di depan orang lain. Label negatif yang diberikan ini jelas akan membuat anak pemalu menjadi lebih malu, merasa tidak nyaman karena merasa ada sesuatu yang bermasalah dengan dirinya. Hal ini berakibat pada anak justru lebih menarik dirinya untuk tidak berinteraksi dengan orang lain sama sekali.

8. Berikan kata - kata positif ke anak.
Bila ingin mengajak anak keluar rumah orang tua tidak perlu memberikan wanti - wanti seperti "kamu nanti jangan malu ya". Daripada memberikan peringatan seperti itu sebaiknya dorong anak untuk mengatakan "hai" kepada orang lain yang anak akan temui. Bila perlu bawa serta mainan anak yang dapat digunakan sebagai hal atau topik yang bisa dibicarakan anak dengan orang yang baru dikenal tersebut.

9. Berikan anak kesempatan untuk menjawab.
Jika Anda dan anak sedang berjalan - jalan misalnya di sebuah toko dan bertemu kenalan yang bertanya kepada anak Anda "halo, namanya siapa? " atau " baru beli mainan apa dik? " Sebagai orang tua, berikan kesempatan kepada anak untuk menjawabnya langsung kepada orang yang bertanya. Karena biasanya banyak orang tua yang mengambil alih jawaban, menjawab penanya dengan mengatakan misalnya “baru pulang dari pasar” atau “beli mobil - mobilan baru”. Begitu juga ketika kunjungan ke dokter, misalnya dokter bertanya "apa yang kamu rasakan?" biarkan anak menjelaskan rasa sakit apa yang dirasakannya kepada dokter.

10. Anak melakukan kegiatan yang bisa membuatnya bangga.
Jika Anda tahu bahwa anak Anda memiliki bakat atau hobi pada suatu hal yang membuatnya berkembang misalnya saja seperti sepak bola, masukkan anak pada sekolah bola. Dengan melakukan hal yang diminatinya anak akan lebih nyaman berinteraksi dengan orang lain saat bermain hal yang disukainya. Kegiatan yang dapat membuat anak bangga dapat menumbuhkan rasa percaya dirinya.


7.      Haruskah kita khawatir jika anak kita pemalu?
JAWAB:
Anak-anak identik dengan keceriaan, yang penuh gelak tawa, bermain bersama teman-temannya dan selalu riang. Lalu bagaimana jika anak Anda justru sebaliknya. Bahkan di usia balita, ia menutup diri dari teman-teman sebayanya dan terlihat seperti enggan bermain dengan orang lain, padahal ia dalam keadaan sehat hanya saja ia malu berinteraksi. Apa kata para pakar kesehatan anak mengenai hal ini?

Jerome Kagan, profesor psikologi di Harvard University yang meneliti mengenai anak pemalu selama 30 tahun ini mengatakan agar para orangtua melihat lagi karakteristik anak pemalu ini. Tanyakan pada diri sendiri, "Apakah sifat pemalu anak saya ini sungguh hebat hingga mengkhawatirkan akan mengganggu kebahagiaannya?" Jika kasusnya seperti itu, ia menyarankan untuk mengundang satu teman mainnya yang tak terlalu dominan untuk bermain di rumah Anda bersama si kecil. Saat si kecil sudah mulai terbiasa dengan si teman itu, undang teman yang lain lagi untuk bermain. Ia mengandaikan kondisi anak yang semacam ini seperti ketika seseorang belajar bermain di laut. Pertama celupkan jari-jari kaki dulu, lalu lama-lama makin dalam. Dalam penelitiannya, ia menemukan bahwa 9 dari 10 anak pemalu, kondisinya tidak perlu dikhawatirkan.

Sementara Dee Costigan, guru dari Florence, Massachusetts, AS, berpendapat dalam family.co.com, anak pemalu tidak secara otomatis berarti bahwa si anak tidak bahagia. Anak yang senang duduk di luar lingkaran teman-temannya bisa jadi ia memang tipe yang senang memerhatikan teman-temannya dan lebih nyaman menerima lingkungannya dengan menyerap informasi ketimbang terlibat di dalamnya.

Costigan mengatakan, bila ia melihat ada anak didiknya terlihat seperti ia ingin bermain tetapi terlalu malu, ia akan bertanya pada anak itu apakah si anak mau bermain dengan mainan itu. Jika ia menjawab tidak, mungkin ia hanya ingin melihat dari jauh. Jika ia menjawab ya, Costigan akan menggandengnya dan membawa ke tempat mainan itu dan mengajarkannya.
8.      Silakan ustad menyampaikan pesan penutup di akhir pembicaraan kita kali ini!
JAWAB:
Mengatasi rasa malu ini lebih sulit ketimbang mengatasi rasa lapar. Takut-takut saat bertemu orang, tidak mampu mengungkapkan kata-kata di hadapan orang lain, menarik diri dari teman, adalah sederet perilaku khas anak pemalu. Bisakah berubah?
Apa itu rasa lapar? Saat lambung kosong, tubuh akan mengirim kabar ke otak. Reaksinya, muncul sinyal peringatan agar lambung yang kosong itu segera diisi. Bentuk sinyal peringatan itu kita merasa lapar. Mirip dengan soal lapar, saat diri kita merasa terganggu dan tidak nyaman dalam situasi-kondisi lingkungan tertentu, tubuh juga mengirim sinyal peringatan bentuknya muncul rasa malu.
Rasa lapar dapat diatasi dengan mengisi lambung, begitu pula rasa malu dapat teratasi bila tubuh sudah merasa aman dan nyaman. Namun mengatasi rasa malu ini lebih sulit ketimbang mengatasi rasa lapar. Terutama bagi anak-anak. Sebab anak-anak yang pemalu bukanya didukung dan dibantu mengatasi rasa malunya, malah lebih sering diledek atau dimarahi oleh orang sekitar entah orang tua, guru teman atau pengasuh.
Oleh karena itu, orangtua harus sabar membimbing dan mendidik ananya yang pemalu sehingga secara bertahap anak bisa berubah ke arah yang lebih baik, yaitu hanya merawat malu yang lahir dari keimanan dan menjauhkan diri dari malu tercela. Amin
 
Penulis: Ustad Ramdan Priatna (disarikan dari berbagai sumber)








0 komentar:

Posting Komentar