Senin, 01 Juni 2015

Keislaman

Khitan dalam Konsepsi Islam dan Medis

KHITAN berasal dari kata bahasa Arab kha – ta – na, yang memiliki arti memotong. Khitan hubungannya dengan alat kelamin, khususnya alat kelamin pria yang disebut penis atau zakar. Penis memiliki saluran uretra. Saluran uretra ini berfungsi mengeluarkan air mani (sperma) dan mengeluarkan air kencing. Penis juga memiliki kepala penis (gland penis). Kepala penis ini dibungkus oleh selaput kepala penis yang disebut praeputium (kuluf).
Nah, khitan untuk laki-laki berarti memotong praeputium (kuluf) sampai akhirnya kepala penis tidak terbungkus lagi. Adapun khitan untuk perempuan berarti memotong klitoral hood atau disebut juga praeputium clitoridis and clitoral prepuce adalah lipatan kulit yang mengelilingi dan melindungi clitoral glans (batang klitoris). Namun di Indonesia, mengkhitan perempuan tidaklah popular, bahkan dianggap ganjil.
Nabi Ibrahim Berkhitan
Berdasarkan asal-usulnya, orang yang pertama kali dikhitan adalah Nabi Ibrahim alahissalam. Beliau berkhitan pada usia 80 tahun menggunakan sebuah alat bernama qadum (sejenis kapak). Sebagaimana Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
اخْتَتَنَ إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلَام وَهُوَ ابْنُ ثَمَانِينَ سَنَةً بِالْقَدُّومِ
“Nabi Ibrahim alaihissalam dikhitan saat beliau berusia delapan puluh tahun dengan menggunakan qadum.” (H.R. Al-Bukhari)
Nabi kita pun, Nabi Muhammad berkhitan karena diperintahkan oleh Allah untuk mengikuti millah (ajaran) Nabi Ibrahim. Allah Azza wa Jalla berfirman,
“Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) ‘Ikuti millah Ibrahim yang lurus’. Dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (Q.S. An-Nahl: 123)
Khitan Berdasarkan Hukum Fikih
Sebenarnya, asal hukum berkhitan adalah sunnah saja. Kita tahu definisi hukum sunnah berarti “Berpahala jika dikerjakan, tidak berdosa jika ditinggalkan.” (Maa yusaabu ‘alaa fi’lihi wa laa yu’aaqabu ‘alaa tarkihi).
Hukum khitan sejajar dengan hukum mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong kuku, dan mencukur kumis. Semuanya sunnah saja. Rasulullah bersabda,
الْفِطْرَةُ خَمْسٌ الْخِتَانُ وَالِاسْتِحْدَادُ وَنَتْفُ الْإِبْطِ وَقَصُّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ
"(Sunah) fitrah itu ada lima, yaitu; khitan, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, mencukur kumis dan memotong kuku." (H.R. Al-Bukhari)
Namun karena khitan itu berhubungan erat dengan ibadah shalat, yang, syarat ibadah shalat itu harus bersih dari hadats dan najis. Cara membersihkan hadats dan najis tersebut dengan wudhu atau mandi. Nah, wudhu atau mandi seseorang yang tidak dikhitan belum bisa mengangkat hadats dan najis, karena air kencing tidak keluar semua, tetapi ada yang tersisa di selaput kepala penis (praeputium). Satu-satu cara yang efektif untuk menghilangkan hadats dan najis yang ada di selaput kepala penis adalah berkhitan. Dengan demikian, status hukum berkhitan naik derajat dari sunnah menjadi wajib, artinya “Berpahala jika dikerjakan, dan berdosa jika ditinggalkan.” (Maa yusaabu ‘alaa fi’lihi wa yu’aaqabu ‘alaa tarkihi).
Begitulah hukum Islam, kewajiban shalat tidak bisa sempurna kecuali dengan berkhitan, maka hukum khitan menjadi wajib. Kaidah ushul fikih mengatakan,
ما لا يتم الوجوب الا به فهو واجب
“Tidak sempurnanya sebuah kewajiban kecuali dengan hal lain, maka hal lain itu menjadi wajib.”
Contoh kaidah ini selain dalam khitan, misalnya mempelajari bahasa Arab. Hukum belajar bahasa Arab tidaklah wajib. Namun bagi siapa saja yang ingin menjadi ahli tafsir, maka wajib memahami bahasa Arab.
Khitan Berdasarkan Medis
Sebelum seorang laki-laki dikhitan, air kencing yang dikeluarkannya tersisa di selaput kepala penis (praeputium). Nantinya, air itu berubah warna menjadi putih dan bau, namanya smegma, di dalam smegma ini hiduplah virus yang bisa mengakibatkan kanker kelamin. Jika si laki-laki yang memiliki penyakit kanker kelamin ini berhubungan badan dengan istrinya, bisa jadi istrinya tertular penyakit berbahaya ini yang mengakibatkan kanker rahim.
Begitu luar biasanya ajaran Islam yang tidak pernah bertentangan dengan ilmu kedokteran. Ya pasti begitu, karena ajaran Islam diturunkan oleh Allah Azza wa Jalla yang menciptakan manusia itu sendiri. Mustahil Allah menurunkan syariat yang berbahaya untuk umat-Nya. Kaidah ushul fikih mengatakan,
“Di mana saja ada syariat Allah, maka di sana ada kemaslahatan.”
Inilah yang harus menjadi keyakinan setiap muslim. Jangan merasa khawatir dalam menjalankan syariat Allah. Memang dalam prakteknya, ada syariat-syariat yang bisa diketahui hikmahnya dan ada juga syariat yang mungkin belum diketahui kemaslahatannya. Namun kita tidaklah beribadah kepada Allah berdasarkan kemaslahatan, melainkan karena murni menunaikan perintah Allah Azza wa Jalla.
Khitan Berdasarkan Aspek Seksual
Kepala penis (gland penis/kuluf) itu memiliki karakter peka, mudah linu, dan mudah terangsang. Dengan dikhitan, kepala penis akan sering bergesekkan dengan pakaian kita terus menerus. Sehingga, kepala penis pun menjadi kasar dan tidak terlalu peka, tidak mudah linu, dan tidak mudah terangsang. Berarti keuntungan berkhitan adalah mempersiapkan anak laki-laki jika nanti sudah dewasa dan berumah tangga bisa menjadi seorang suami yang memberi kepuasan batin pada pasangannya, karena ia tidak mudah ejakulasi.
Sepertinya urusan ejakulasi merupakan urusan sepele. Tapi tahukan Anda, berapa banyak rumah tangga yang harus berakhir gara-gara masalah ini? Atau, kalaupun tidak berakhir, sang istri mencari kepuasan pada laki-laki lain yang dianggap lebih hebat dari suaminya. Naudzu billah min dzalik.
Penulis: Ustad Ramdan Priatna, S.Sos.I (Disarikan dari berbagai sumber)

0 komentar:

Posting Komentar