Senin, 01 Juni 2015

Keislaman



Kewajiban Muslim Terhadap Al-Quran
SAMPAI saat ini, masih ada sebagian muslim yang merasa tidak beruntung memiliki kitab suci Al-Quran. Selain karena bahasa pengantarnya berbahasa Arab, juga karena ada isi dan kandungan Al-Quran yang kontradiktif dengan kehendak nafsunya, seperti pembagian waris yang katanya tidak adil antara laki-laki dan perempuan, kebolehan poligami yang disinyalir meremehkan derajat kaum hawa, atau hukum qishash yang dianggap tidak beradab, tidak berprikemanusian dan barbarian.
Tentunya, sikap jahili seperti di atas tidak boleh diberi ruang gerak di hati kaum beriman. Terlalu naif bila manusia yang diciptakan Allah dalam wujud yang sangat lemah dan pikiran yang begitu terbatas, merasa sok pintar menentang ketentuan Allah Yang Mahakuat dan Mahatahu. Allah menghadirkan Al-Quran ke tengah-tengah manusia justru karena Ia menghendaki kemaslahatan bagi makhluk-Nya bila bersedia melaksanakan isinya.
Kehidupan seorang muslim harus terkait dan terikat dengan Al-Quranul karim agar ia selamat baik di dunia maupun di akhirat. Pada prinsipnya ada empat kewajiban seorang muslim terhadap Al-Quran, yaitu :
1.     Meyakini Al-Quran dengan benar
Seorang muslim wajib meyakini sepenuh hati bahwa Al-Quran merupakan wahyu Allah yang terlepas dari intervensi nafsu manusia dan kandungannya pasti benar. Keyakinan ini harus mantap tertancap di sanubari tanpa ada keraguan sedikit pun, termasuk meyakini Al-Quran sebagai kitab yang terjaga keasliannya, tidak ada tahrif (penambahan dan pengurangan) di dalamnya. Orisinilitas Al-Quran bisa dipertanggungjawabkan berdasarkan beberapa alasan:
Pertama, dalil naqli QS. Al-Hijr: 9 yang berbunyi,
 Sesungguhnya Kami yang menurunkan Al-Quran dan Kami pula yang menjaganya. (Q.S. Al-Hijr: 9).
Ibnu Abbas menjelaskan maksud lahaafiduun, yaitu Allah pasti menjaga Al-Quran yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad ini dari upaya penambahan, pengurangan, dan perubahan hukum yang dilakukan orang-orang kafir dan syetan-syetan.
Kedua, Al-Quran merupakan mukjizat, pasti mukjizat tidak dapat ditandingi atau dipalsukan. Allah menantang manusia untuk menandingi Al-Quran dengan tiga tantangan, yaitu menantang manusia (termasuk jin) agar mendatangkan kitab yang semisal dengan Al-Quran (Q.S. Al-Isra: 88). Bila tidak mampu, Allah memberikan keringanan kepada manusia untuk membuat sepuluh surat saja yang semisal (Q.S. Hud: 13). Bahkan kalau manusia belum mampu (dan pasti tidak akan mampu), Allah mempersilahkan manusia mendatangkan satu surat yang semisal (Q.S. Al-Baqarah: 23).
Sejarah mencatat, usaha sia-sia orang kafir dalam menyambut tantangan Allah ini, sebut saja nabi gadungan Musailamah Al-Kadzab, ia pernah membuat satu surat yang diklaimnya sebagai wahyu dan membacakannya pada manusia, namun karyanya itu menjadi bahan tertawaan para gembong penyair. Hingga kini pun, upaya keras kaum kafirin merusak Al-Quran terus berlangsung dengan hasil nihil serta mempertontonkan kelemahannya.
Ketiga, banyak muslim yang hafal seluruh Al-Quran dan bukti-bukti otentik banyaknya mushaf-mushaf Al-Quran di berbagai negara dari dulu sampai sekarang. Kenyataan ini memperteguh keorisinilan Al-Quran baik huruf dan lafadnya maupun isinya.
2.     Membaca Al-Quran dengan benar
Tidak ada satu kitab pun di dunia ini yang menegaskan secara jelas bahwa membacanya menjadi pahala kecuali Al-Quran. Bahkan tidak ada satu keterangan pun yang menyebutkan bahwa membaca hadits akan mendapat pahala, hanya saja kita diberi pahala dari mendapatkan ilmunya bukan membaca huruf per huruf seperti Al-Quran. Rasulullah bersabda:
مَنْ قَرَأَ حَرْفاً مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ فَالحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَالاَ أَقُوْلُ الم حَرْفٌ وَلكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَاللاَمُ حَرْفٌ وَ مِيْمٌ حَرْفٌ (رواه البخارى)
Barangsiapa membaca satu huruf dari kitab Allah (Al-Quran), maka baginya satu kebaikan, dan setiap kebaikan dilipatkan sepuluh kali. Aku tidak mengatakan bahwa alif laam miim satu huruf, tetapi alif satu huruf, laam satu huruf dan miim satu hutuf.(H.R. Al-Bukhari).
Dalam kesempatan yang lain rasulullah pernah bersabda:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِ الَّذِي يَقْرَءُ القُرْانَ كَمَثَلِ الأُتْرُجَةِ رِيْحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَاطَيِّبٌ (رواه البخارى)
Perumpaan mukmin yang membaca Al-Quran ibarat buah jeruk, harum baunya dan lezat rasanya. (H.R. Al-Bukhari).
Oleh sebab itu, sahabat-sahabat nabi senantiasa melewatkan malamnya dengan lantunan ayat-ayat Al-Quran. Dalam sebuah riwayat, rasulullah pernah lewat di samping rumah sahabat Anshar, beliau berhenti dari satu rumah ke rumah lain pada malam gulita, beliau mendengar bacaan Al-Quran. Selanjutnya Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadits dari Abu Musa Al-Asy'ary bahwasanya rasulullah bersabda, Andaikan engkau melihat aku tadi malam ketika aku mendengar bacaanmu, sungguh engkau telah menghiasi pendengaranku dengan sebuah tiupan seruling pengikut Daud…
Selayaknya, salah satu komitmen seorang muslim ialah mengikuti rutinitas orang-orang shaleh dahulu yaitu membaca Al-Quran. Sayang memang, banyak di antara kita berpendapat bahwa ibadah itu tidak hanya membaca Al-Quran, tapi mencari nafkah, mendidik anak juga ibadah. Padahal membaca Al-Quran dengan mencari nafkah dan mendidik anak itu merupakan dua ibadah yang terpisah, yang kedua-duanya harus ditunaikan.
Tidak jarang sebagian kita menghabiskan malam justru dengan kegiataan-kegiatan tidak berguna, hampir tidak keluar dari mulut kita satu kata pun dari kalam Allah. Seandainya rasulullah masih hidup dan berkeliling ke rumah-rumah muslim hari ini, sepertinya beliau akan menyaksikan pemandangan yang menyedihkan, beliau akan mendapatkan sebagian umatnya sedang terlibat dengan hiburan-hiburan malam dari seruling pengikut setan yang mengeraskan hati saja.
3.     Mempelajari Al-Quran dengan benar
Seorang muslim, minimal harus mengetahui perkara-perkara yang diperintahkan dan dilarang oleh Allah di dalam Al-Quran. Tidak patut seorang muslim mengaku tidak tahu hukum makan daging babi, makan harta riba atau meminum arak, sebab semua itu sudah terlalu jelas keharamannya di dalam Al-Quran. Dan bagi mereka yang memiliki kemampuan, ia bisa mencurahkan potensi dalam upaya merenungkan dan menggali isinya agar dapat mengambil pelajaran dan petunjuk darinya, ia dapat mempelajari disiplin–disiplin ilmu yang terkait dengan Al-Quran, seperti ilmu tafsir, asbabun nuzul, nasikh mansukh, qira'at, dan lain-lain.
Seseorang yang mempelajari Al-Quran akan menemukan kemukjizatan Al-Quran yang luar biasa sehingga menambah keyakinan bahwa Al-Quran adalah wahyu bukan buatan Nabi Muhammad sebagaimana tuduhannya orang-orang kafir. Sekedar contoh, tidak sedikit ilmuwan Barat terkagum-kagum dan menyatakan keislamannya setelah di hadapannya terhampar sejumlah bukti kebenaran Al-Quran yang sejalan dengan ilmu pengetahuan modern. Misalnya, Mr. Jacques Yves Costeau, seorang ahli selam perancis yang dulu sering muncul dalam film dokumenter bertajuk, Discovery tentang keindahan laut. Saat menyelam, ia menemukan kumpulan mata air tawar yang tidak tercampur air laut yang asin seolah ada dinding pemisah.
Ia pun bertemu dengan sahabat muslimnya dan menceritakan kejadian itu, maka sahabatnya itu membacakan sebuah ayat dalam Al-Quran yang berbunyi,
Dia membiarkan dua lautan mengalir, keduanya bertemu. Antara keduanya ada batas yang tidak bisa ditembus. (Q.S. Ar-Rahman: 19 – 20).
Dan banyak contoh lain lagi yang akan membuat kita terpesona dan takjub  dengan kedalaman yang dimiliki kitab Al-Quran bila kita benar-benar mengkajinya. Tidaklah berlebihan jika ada ulama yang menyebut Al-Quran sebagai Kitabul khaalid 'athaaul mutajaddid, sebuah kitab permanen, selalu memberikan sesuatu yang baru.
4.     Mengamalkan Al-Quran dengan benar
Konsekuensi logis sebagai muslim yang meyakini kebenaran Al-Quran adalah bersedia mengamalkan seluruh kandungannya di dalam kehidupan sehari-hari tanpa dipilah-pilah, mulai dari yang ringan sampai yang terasa berat sekalipun, ia ridha diatur oleh ketentuan-ketentuan yang tertera di dalam Al-Quran, baik ia sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Kita harus iri pada para sahabat dan ulama-ulama yang telah mampu mengamalkan Al-Quran dengan baik.
Ibnu Umar meriwayatkan bahwa rasulullah pernah bersabda,
لاَ حَسَدَ اِلاَّ فِي اثْنَتَيْنِ:رَجُلٌ آتَاهُ اللهُ الْقُرْآنَ فَهُوَ يَتْلُوْهُ آنَاءَ اللَيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ, وَرَجُلٌ أَعْطَاهُ اللهُ مَالاً فَهُوَ يُنْفِقُهُ آنَاءَ اللَيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ (رواه البخارى)
Tidak boleh mendengki kecuali terhadap dua hal, (yaitu) seseorang yang diberi oleh Allah (penguasaan yang baik tentang) Al-Quran, kemudian ia membacakannya pada pertengahan malam dan pada pertengahan siang, dan seseorang yang diberi oleh Allah harta, kemudian ia menginfakkannya pada pertengahan malam dan pada pertengahan siang.(HR. Al-Bukhari).

Al-Quran tidak cukup hanya diyakini, dibaca, dan dipelajari saja. Namun mesti diamalkan. Dengan kata lain, harus ada keseimbangan dan kerjasama yang sinergis antara ilmu yang telah dimiliki dengan amal dan perbuatan nyata. Ilmu yang amaliah dan amal yang ilmiah.
Al-Quran tidak bisa disamakan dengan dokumen yang telah usang, hanya sebatas diperingati nuzulnya, atau hanya dimusabaqahkan setiap tahun, tetapi para pembacanya dibelenggu agar menjadi muslim parsial, yaitu seorang muslim baru ketahuan kemuslimannya saat ia berada di mesjid dan tidak ada perbedaan yang esensial dengan nonmuslim saat ia sedang di kantor, di pasar serta di tempat-tempat lain. Murad Wilfred Hoffman, seorang intelektual muslim Jerman menyindir perilaku beragama seperti ini dalam bukunya Yauma Yaati Maani Muslim, beliau berujar, Sebagian orang berusaha memisahkan kandungan Al-Quran, antara teks-teks yang berkaitan dengan ushuluddin/pokok agama dan norma-norma-norma perilaku kehidupan sehari-hari yang dipengaruhi zaman. Mereka mengatakan dengan keliru bahwa orang hendaklah bersikap rasional dan tidak berlebihan, sehingga melupakan segi-segi yang telah usang dalam Al-Quran dan tidak layak lagi.” Dan di akhir tulisan ia mengajukan pertanyaan, Bagaimana orang dapat merasakan kenikmatan yang diberikan Islam, jika orang tersebut tidak menyerahkan dirinya kepada Allah secara secara total ? Sebuah pertanyaan retoris yang tidak butuh jawaban verbal, tapi lebih pada tuntutan perubahan berperilaku.
Ibnu Taimiyah berkata, “Barangsiapa tidak mau membaca Al-Quran berarti ia menghindarinya, dan barangsiapa membaca Al-Quran namun tidak menghayati maknanya maka ia menghindarinya, barangsiapa membaca Al-Quran serta menghayatinya, namun tidak mengamalkan isinya, maka ia pun menghindarinya. Perkataan beliau ini didasarkan firman Allah,
Berkatalah rasul, 'Ya Robbi, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Quran ini suatu yang diacuhkan.'”(Q.S. Al-Furqan: 30).

Al-Quran dan Dakwah
Satu hal yang tidak boleh luput dari aktivitas seorang muslim setelah menunaikan empat kewajiban terhadap Al-Quran, ia juga dibebani tugas untuk mengajak, menyeru, dan mengembalikan manusia agar tunduk mengikuti Al-Quran. Isi Al-Quran perlu disosialisasikan ke seluruh pelosok planet bumi ini sebagaimana yang telah dijalani oleh figur utama kita Nabi Muhammad Al-Quran merupakan kitab dakwah yang memuat landasan-landasan teoritis yang berkaitan dengan dakwah, baik berupa perintah, metode, tujuan, karakter da'i, dan termasuk -tentunya- materi-materi dakwah. Sedangkan dakwah sebagai manifestasi dan wujud kegiatan penyebarluasan nilai-nilai Al-Quran ke seluruh lapisan masyarakat. Mendakwahkan Al-Quran sangatlah penting, sebab bisa jadi ketidakmauan manusia mengimani Al-Quran bukan hanya karena mereka tidak berfikir secara jujur dan karena ingkar walaupun tahu Al-Quran dari Allah, sebagiannya mungkin karena jauh belum tersentuh oleh dakwah.
Penulis: Ustad Ramdan Priatna

0 komentar:

Posting Komentar